Green architecture kini terus berkembang di kalangan masyarakat di berbagai negara. Perkembangan tersebut dipicu oleh isu-isu lingkungan yang terus terdegradasi, seperti pencemaran lingkungan, global warming dan perubahan iklim. Green architecture dianggap sebagai salah satu jalan keluar terhadap isu-isu tersebut.
Hal yang terpenting dalam mempelajari green architecture bukanlah seberapa bagus desain baik eksterior maupun interior atau seberapa banyak hijau pada bangunan tersebut, melainkan memahami makna dan prinsipnya secara tepat. Tampilan yang bagus, mewah bahkan futuristik sekalipun belum tentu menjamin bangunan tersebut terkategori dalam green architecture.
Green architecture atau arsitektur
hijau kerap didefinisikan secara membabi buta yang berarti bangunan tersebut
memiliki banyak tanaman, memiliki halaman dengan rumput atau di warnai dengan
hijau. Jika memaknai green architecture sebatas hijau, maka green architecture
tidak menjadi jawaban akan isu-isu lingkungan. Hijau yang dimaksud sebenarnya
merupakan kiasan dari ramah lingkungan. Green architecture sendiri mengacu
pada tingkat efesiensi yang tinggi terhadap sumber daya baik air, listrik, material
dan sumber daya lainnya. Selain itu konstruksi beserta fiturnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup
penggunanya tanpa menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan sekitar.
Setiap negara biasanya memiliki aturan
dan prinsip tersendiri dalam penerapan green architecture. Seperti
Australia yang memiliki Green Building Council of Australia (Green Star), Prancis memiliki Alliance HQE-GBC (HQE), Amerika memiliki Leadership in energy
and Environmental Design (LEED) dan Inggris yang memiliki The Building
Research Establishment Environmental Assessment Method (BREEAM). Meski
setiap negara memiliki prinsip dan standar tersendiri, namun tujuan dari
masing-masing green architecture tetaplah sama yakni ramah lingkungan.
Indonesia sendiri memiliki asosiasi yang berfokus pada green architecture, yakni Green Building Council Indonesia (GBCI). GBCI melakukan asesmen dan mensertifikasi terkait green building di Indonesia. Sertifikasi ini dinamai dengan program Greenship. Aspek yang terkandung dalam Greenship 1.2 terdapat 6 aspek dimana setiap aspek memiliki kriteria Pra-Syarat dan kredit. Jika kriteria Pra-syarat tak terpenuhi maka asesmen tidak dilanjutkan. Sedangkan jika kriteria kredit tak terpenuhi, maka kredit tersebut tidak mendapat nilai. Berikut aspek penilaian Greenship.
1. Tepat Guna Lahan
Aspek ini memiliki tujuan agar tidak sembarang membangun di area hijau yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas iklim mikro, mengurangi zat polutan dari kendaraan, sistem drainase alami dan yang paling penting untuk menjaga kualitas air tanah.
Kriteria pra-syarat aspek ini hanya area dasar hijau. Adapun kriteria kredit meliputi : pemilihan tapak, aksesibilitas komunitas, transportasi umum, fasilitas pengguna sepeda, lanskap pada lahan, iklim mikro dan manajemen air limpasan hujan.
2. Efisiensi dan Konservasi Energi
Aspek ini sangat penting karena memiliki bobot penilaian terbesar yaitu 25.7%. Hal ini untuk menekan penggunaan energi agar lebih efisien dan menjadi penerapan manajemen energi yang lebih baik .
Kriteria pra-syarat ini adalah pemasangan sub-meter dan perhitungan OTTV. Adapun kriteria kredit meliputi : Langkah penghematan energi, pencahayaan alami, ventilasi, pengaruh perubahan iklim dan energi terbarukan dalam tapak.
3. Konservasi Air
Aspek ini memiliki tujuan yang sama yakni sebagai bentuk efisiensi terhadap penggunaan air. Kriteria pra-syarat aspek ini adalah meteran air dan perhitungan penggunaan air. Adapun kriteria kredit meliputi : fitur air, daur ulang air, sumber air alternatif, penampungan air hujan dan efisiensi penggunaan air lanskap.
4. Sumber dan Siklus Material
Aspek ini sebagai bentuk pencegahan terhadap bahan dengan potensi merusak lingkungan dan ozon yang begitu signifikan. Kriteria pra-syaratnya hanya Refrigeran fundamental, sedangkan kriteria kreditnya meliputi : penggunaan gedung dan material bekas, material proses ramah lingkungan, penggunaan refrigeran tanpa odp, kayu bersertifikat, material pabrikasi dan material regional.
5. Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang
Arsitektur sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena manusia membutuhkan tempat untuk tinggal, beristirahat dan berlindung. Penggunaan green architecture sendiri tidak hanya memberikan kebutuhan ruang saja, akan tetapi harus mengutamakan faktor kenyamanan dan kesehatan bagi penghuninya.
Introduksi udara luar sebagai pra-syarat minimalnya harus sesuai standar dan meliputi pada : pemantauan kadar co2, kendali asap rokok di lingkungan, polutan kimia, pemandangan keluar gedung, kenyamanan visual, kenyamanan termal dan tingkat kebisingan.
Jika bangunan milikmu terasa panas dan berbau tak sedap akibat tak memiliki sirkulasi, hal itu bisa jadi merupakan tanda bangunan tersebut belum memenuhi kriteria green architecture meski terdapat banyak tanaman di depan bangunan tersebut.
6. Manajemen Lingkungan Bangunan
Hal yang jarang diperhatikan dalam pembangunan adalah manajemen lingkungan setelah bangunan berdiri. Banyak rumah di Indonesia yang dibangun dengan asal tanpa memikirkan seperti pengelolaan limbah rumah tangga baik sampah ataupun buangan kamar mandi.
Dasar pengelolaan sampah merupakan menjadi pra-syarat utama. Jika syarat terkategori lolos maka selanjutnya penilaian kredit yang meliputi : GP sebagai tim proyek, polusi dari aktivitas konstruksi, pengelolaan sampah tingkat lanjut, sistem komisioning yang baik dan benar, penyerahan data bangunan hijau, kesepakatan dalam melakukan aktivitas fit dan survei pengguna gedung.
Demikian penjelasan terkait makna
dan prinsip terkait green architecture. Penggunaan konsep green
architecture begitu penting saat ini sebagai salah satu jawaban terkait isu-isu
pencemaran lingkungan yang terus meningkat. Semoga tulisan ini bermanfaat dan membantu
meningkatkan kesadaran masyarakat akan green architecture.
