Jakarta yang kini telah berubah menjadi Daerah Khusus Jakarta akan terus memiliki topik yang panjang dan menarik untuk di bahas. Salah satunya sebagai Global City. Pasalnya, meskipun status Kota Jakarta telah berubah serta perencanaan pemindahan Ibu Kota, akan tetapi kontribusi dan pengaruh Jakarta masihlah kuat dan tak bisa hilang begitu saja. Ditetapkan dalam UU. No. 2 Tahun 2024 Provinsi Jakarta, DKJ akan dikembangkan sebagai pusat perdagangan, layanan jasa, layanan keuangan, pusat bisnis nasional, regional dan global.
Berdasarkan Kearney, Global Management Consulting, Jakarta saat ini berada di peringkat 74 dari 156 kota global di seluruh dunia. Peringkat tersebut bahkan jauh di bawah Kuala Lumpur yang berada di peringkat 55. Peringkat ini di dasarkan setidaknya pada 5 aspek yaitu aktivitas bisnis, sumber daya manusia, information exchange, budaya dan keterlibatan politik. Aspek ini memiliki sedikit perbedaan poin dengan penilaian Oxford Economic Global Cities Index yang mana terdapat aspek lingkungan dan kualitas hidup.
Pertanyaannya, “Apakah Jakarta mampu meningkatkan kualitasnya?”
“Kalau bisa, bagaimana mewujudkannya?”
Sebelum membahas lebih jauh, perlu diketahui potensi yang dimiliki Kota Jakarta saat ini. Sebagai kota dengan global cities tertinggi di Indonesia, Jakarta memiliki potensi dan kontribusi, yakni Jakarta berkontribusi terhadap 17% pendapatan nasional (GDP), Mengelola 70% kegiatan impor dan ekspor, mengelola 50% transhipment traffic, memiliki 400 start up dan 400 kampus, kota dengan populasi terbesar se-Asia Tenggara, indeks pembangunan manusia tertinggi dan masih banyak potensi lainnya.
Meski Jakarta memiliki potensi-potensi yang cukup baik dan besar, tak dapat dipungkiri bahwa isu dan tantangan yang di hadapinya pun juga sangat banyak. Jika di dasarkan pada Oxford Economic Global Cities Indeks, Jakarta memiliki beberapa kelemahan, yaitu isu lingkungan dan kualitas hidup.
Menurut Anies Rasyid Baswedan, Ph.D. (Gubernur DKI Jakarta 2017-2022) dalam Kajian Pembangunan Kota, SKSG UI, ia menjabarkan Jakarta memiliki setidaknya 3 tantangan dalam pembangunan kota, yaitu pengembangan berorientasi kendaraan, pelayanan dasar yang belum terpenuhi dan masih terdapat pembangunan yang tak ramah lingkungan.
Meski beberapa tantangan tersebut telah memiliki solusinya, seperti Jaklingko sebagai bentuk transformasi dari car orriented development menjadi transit orriented development. Namun, hal tersebut belum maksimal. Menurut saya pribadi, justru tantangan terbesar Jakarta adalah di luar pembangunan perkotaan itu sendiri, yakni kesadaran diri masyarakat yang masih minim serta kepentingan politik yang berubah-ubah berdasarkan siapa pemimpinnya. Padahal, menurut Proffesor Marcus Foth, Queensland University of Technology, Evolution city 4.0 berarti gubernur sebagai kolaborator dan masyarakat sebagai co-creator. Teori tersebut seharusnya menjadi patokan untuk setiap gubernur untuk terus melibatkan masyarakat.
Jakarta sebagai wajah dari Indonesia harus lebih serius menjawab tantangan kota. Menurut Dr. Phil. Hendricus Andy Simarmata, S.T., M.T. (Ketua Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia) meski Indonesia hanya berada di peringkat jauh dalam daftar kota global, sikap berkecil hati haruslah di jauhkan dan berfokus untuk menjawab setiap kelemahan yang ada pada Indonesia. Setidaknya terdapat 3 aspek yang perlu di kembangkan untuk Jakarta meningkatkan kualitasnya.
Dietary Program
Dalam dietary program, terdapat beberapa poin yang perlu di perhatikan secara serius dan menjadi aspek yang sangat penting. Dietary program berarti program diet pembangunan dari pembangunan di luar urgensi terhadap isu lingkungan. Berikut poin dalam aspek dietary program.
· Mewujudkan seamless
mobility for public transport
Seamless mobility
for public transport demi mendorong
masyarakat untuk memilih berjalan kaki dari pada kendaraan pribadi. Penggunaan
satu kartu/tiket yang dapat digunakan seluruh mode transportasi umum. Kemudian pengembangan
berorientasi transit sangat penting. Menghubungkan dan meningkatkan kualitas
antar mode transportasi dengan harga yang murah.
· Memperbanyak
ruang terbuka melalui regenerasi kawasan
Ketika pemindahan ibu
kota dilakukan, banyak aset-aset BUMN yang dapat diregenerasi menjadi kawasan
dengan ruang terbuka. Sebagai contoh, pengembangan amusement park di wilayah Jakarta.
· Affordable
housing dan infrastuktur yang
berkualitas
Tak dapat dipungkiri, car oriented development menyebabkan warga kota tergeser keluar
akibat pembangunan-pembangunan jalan tol. Affordable housing berarti memberikan
hunian murah atau subsidi khususnya di daerah dekat dengan stasiun kereta. Ini juga
sebagai bentuk bantuan agar masyarakat tidak tergeser keluar sekaligus memudahkan masyarakat menggunakan
public transport
· Membangun sewerage
system dan pengurangan pencemaran udara
Dalam poin ini dibutuhkan kesadaran seluruh penduduk kota. Kesadaran tidak membuang sampah sembarangan,
khususnya di sungai dan kali, tidak membakar sampah sembarangan dan bagi pelaku
usaha tentunya menaati regulasi saat membuang limbah pabrik dan industri.
· Mengurangi penggunaan
air tanah dan memperluas air pipa PDAM
Penggunaan air tanah
secara terus menerus dan berlebihan menyebabkan penurunan permukaan tanah. Selain
itu menyebabkan intrusi air laut serta penurunan kualitas air tanah. Poin ini
juga menuntut pihak PDAM agar terus meningkatkan kualitasnya.
· Perbaikan kampung dari hulu ke hilir
Memperbaiki fisik kampung, menjamin risiko, penyediaan bantuan air bersih dan energi terbarukan serta membuka lapangan kerja UMKM.
Institusionalisasi
Kata “Global City” harus di turunkan dan di muat dalam aturan ruang dan setiap kebijakan pembangunan. Melibatkan dunia usaha, riset dan pendidikan, sosialisasi media sosial serta meningkatkan daya saing budaya lokal dalam industri kreatif global.
Diplomasi Kota
Jakarta tentu sudah memiliki beberapa fasilitas yang mampu memuat event-event internasional. Dengan masyarakat yang menjadi co-creator tentunya masih banyak event-event internasional yang dapat di selenggarakan di Jakarta. Selain itu, aktif dalam komunitas internasional dan terus meningkatkan branding Jakarta sebagai kota yang terbuka dan berbudaya.
